Gunakan perasaan dan emosi agar tercipta komunikasi yang baik antara saya dan kamu. Itu adalah perkataan Bung Karno pada buku Dasar-Dasar Ilmu Politik karya Prof. Miriam Budiarjo.
“Jikalau kita betul-betul hendak mendasarkan negara kita kepada faham kekeluargaan, faham tolong-menolong, faham gotong-royong dan keadilan sosial, enyahkanlah tiap-tiap pikiran individualisme dan liberalisme daripadanya.”
Mengenai perkataan Bung Karno tersebut, dapat disimpulkan bahwa kita sebagai manusia, khususnya manusia Indonesia agar merasa bahwa kita memiliki satu tujuan besar untuk bersama-sama membangun Indonesia agar terciptanya satu kesatuan yang kokoh tanpa adanya penindasan.
Manusia Indonesia diharuskan untuk selalu menjadi “relawan” yang penuh kasih sayang, kepedulian dan tidak memiliki sifat dengki. Untuk menciptakan itu semua, Manusia Indonesia haruslah memiliki sikap polos, ikhlas dan tanpa paksaan sama sekali. Setiap pemimpin suatu keluarga, kelompok, desa, kota, propinsi maupun negara diharuskan memiliki kepribadian layaknya yang diinginkan Bung Karno di atas.
Pemimpin yang merasa setara dengan rakyatnya, tak terkesan sedikit pun bahwa dia memiliki kekuasaan yang dapat dengan mudahnya mengombang-ambingkan jalannya pemerintahan. Pemimpin yang memiliki kepedulian dan sangat menyayangi anggotanya/rakyatnya melebihi rasa sayangnya kepada diri dan keluarganya. Pemimpin yang memiliki tanggung jawab yang besar demi sebuah negara yang besar.
Hal ini pun berlaku kepada anggota/rakyatnya. Anggota/rakyat harusnya dapat merasa setara dan berani untuk mengingatkan pemimpinnya ketika apa yang dilakukan pemimpinnya keliru dengan sikap yang bersahabat.
Anggota/rakyat harusnya memiliki kepedulian yang sama dengan para pemimpinnya. Ketika seluruh anggota/rakyat telah satu suara dengan pemimpin, maka terciptalah suatu keharmonisan berkeluarga, berkelompok, berbangsa dan bernegara.
Ideologi kita sudah sangatlah jelas, sudah sangatlah sempurna sebagai suatu ideologi manusia. Suatu manusia yang suci dan polos. Kita memiliki faham kekeluargaan, tolong-menolong, gotong-royong dan keadilan sosial. Suatu ideologi yang sangat sempurna sekali. Ditambah lagi kita memiliki faham Ketuhanan Yang Maha Esa.
Ketuhanan Yang Maha Esa yang dimaksud pada sila I dalam Pancasila adalah: beragamalah kamu menurut agamamu. Namun, jangan jadikan keragaman agama kita sebagai perbedaan bagi kita. Satukanlah kita dengan ke-empat sila berikutnya. Karena dalam setiap agama terdapat faham kekeluargaan, tolong-menolong, gotong-royong dan keadilan sosial.
Manusia Indonesia diminta untuk saling bahu membahu, menolong sesama, saling peduli. Hilangkan garis vertikal dari diri kita sebagai manusia. Tidak ada kasta/kelas antara manusia, khususnya Manusia Indonesia. Kita memiliki satu tujuan besar demi Indonesia.
Bila mempertahankan kelas/garis vertikal pada diri Manusia Indonesia, tujuan, cita-cita menjadi Indonesia Merdeka hanya sia-sia. Indonesia benar-benar merdeka ketika Indonesia mampu dan sanggup berdiri sendiri dengan caranya sendiri. Sebagai Manusia Indonesia, libatkan perasaan kita demi ideologi dan cita-cita bangsa. Hanya dengan perasaan dan nurani kita dapat membangun bangsa.
Hal inilah menurut saya yang ingin disampaikan Bung Karno secara mendalam sebagai Bapak Kemerdekaan kita pada saat mengatakan hal di atas. Namun sekarang, hanya sebagian dari kita yang memiliki pandangan seperti ini. Banyak dari masyarakat Indonesia (belum pantas dikatakan Manusia Indonesia) yang gampang dibutakan oleh gemerlapnya harta dan kekuasaan.
Banyak dari masyarakat Indonesia yang gampang berpikir kritis tak menentu, memandang rendah (sinis) ketika “dia” memiliki kekuasaan dan merasa telah banyak membantu suatu kaum. Ketika suatu kaum tersebut menyuarakan pendapatnya, “dia” akan meremehkan kaum tersebut hanya karena suatu kaum tersebut terlihat rendah dan terkesan luarnya tak punya pandangan yang cukup luas akan hal yang dikomentarinya.
Hal-hal seperti inilah yang menjadikan Indonesia tak dapat benar-benar Merdeka dan akan selalu tertinggal dalam setiap hal. Karena adanya garis vertikal yang saya sebutkan di atas. Indonesia telah jauh dari kekeluargaan, tolong-menolong, gotong-royong dan keadilan sosial bahkan ber-Ketuhanan Yang Maha Esa.
Indonesia tak lagi berazas Ketuhanan Yang Maha Esa, kekeluargaan, gotong-royong, tolong-menolong dan ber-keadilan sosial. Tak adanya lagi kesetaraan dalam tubuh Indonesia, mengubah haluan bangsa menjadi kapitalisme dan neo-kolonialisme. Dirugikan dan dijajah oleh bangsa sendiri. Dirugikan dan dijajah oleh diri sendiri.
Wajar dan lumrah memang ketika setiap manusia sekarang butuh uang untuk bertahan hidup. Karena sekarang bukannya masa pra-sejarah yang bergaya hidup berburu untuk bertahan hidup. Namun, hidup tak sepenuhnya untuk mencari uang. Biarkan uang yang bekerja untuk manusia. Namun, permasalahan klasik yang timbul adalah keserakahan untuk memilikinya lebih. Bukan untuk secukupnya bertahan hidup.
Bila uang yang didapat dari gaji bulanan dibagikan secara adil kepada setiap anggota keluarga (dalam hal ini setiap anggota keluarga telah bekerja dan memiliki penghasilan) dan hidup dalam kecukupan. Dalam arti cukup untuk makan, berlibur, dan menikmati hidup dengan tak berlebih-lebihan. Sebagai contoh ide, saya mencontohkan tiga orang yang hidup dalam serumah dan memiliki penghasilan yang beragam.
A = 1000, B = 1500, C = 1200. Setiap orang membagi penghasilannya secara adil dengan anggota keluarganya. Namun terlebih dulu menabung sekian persen sebagai kas keluarga.
A – 5% (50) = 950 : 3 = 316, B – 5% (75) = 1425 : 3 = 475, C – 5% (60) = 1140 : 3 = 380.
Bila dijumlahkan, 316 + 475 + 380 = 1171. Setiap anggota keluarga memiliki penghasilan bulanan sebesar 1171. Dengan jumlah kas 185/bulannya.
Bila hal ini diberlakukan untuk sistem sebuah negara dengan mengesampingkan keserakahan, kemewahan dan efek kekuasaan yang tak lain hanya untuk dianggap memiliki kekuatan, Indonesia akan mudah menjadi besar dan dikenal sebagai negara yang punya satu suara untuk membangun bangsa. Anak yang lahir pun tak bakal terbebani oleh hutang-hutang negara yang tak lain hanya untuk perut-perut koruptor yang tak pernah memikirkan orang lain.
Uang tak selamanya menjadikan manusia itu kuat. Namun, kesatuanlah yang menjadikan manusia itu benar-benar kuat. Sampai mampus pun kalau sistem negara ini tak mencintai satu sama lain, negara ini akan benar-benar mampus dalam penjajahan gaya baru dan tak pernah benar-benar merdeka. Sia-sia, pahlawan yang mati saat masa perang. Sia-sia patung mereka dikokohkan di kota-kota. Untuk apa? Hanya untuk dilihat dan atau lebih parah hanya untuk menambah estetika kota saja agar kota lebih menarik dilihat?
Gunakan perasaan untuk membangun negeri ini. Telah banyak korban yang berjatuhan demi negeri ini. Gunakan cinta untuk menyatukan setiap manusia. Karena cinta merupakan hidayah dari Tuhan untuk membangun setiap hal. Keluarga, kelompok, bahkan negara bila berlandaskan dengan ideologi yang dikatakan Bung Karno di atas atau Ideologi Bangsa Indonesia yang sah, akan tercipta kedamaian. Peduli terhadap sesama manusia adalah baik. Menyayangi sesama manusia adalah baik. (*)
*Kabar Indonesia
Gunakan Perasaan untuk Membangun Negeri Ini